Menunda Respon,

Cara Jitu Merdeka Dari Berita Palsu

Menyebarkan berita palsu dampaknya merugikan diri dan keluarga. Bahkan bisa berakhir di penjara. Lalu bagaimana cara agar merdeka dari berita palsu?

Zaman digital membuat kita mudah mendapatkan berita. Tidak hanya mendapatkannya tetapi juga menyebarkannya. Kalau tidak dibarengi dengan kewaspadaan, bisa terjebak dengan berita palsu. Padahal, menyebarkan berita palsu bisa membuat kita terkena sanksi sosial bahkan dipidana.

Penyebar atau korban berita palsu bukannya tidak pintar. Malahan sering dilakukan orang-orang yang secara pendidikannya cukup mumpuni dan punya gelar akademik.

menyebarkan berita palsu bisa merugikan diri sendiri bahkan keluarga. Seperti yang dialami oleh Pak YY, seorang guru di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Pak YY ditangkap karena diduga menyebarkan berita palsu atau hoaks tentang adanya pasukan PKI yang hendak melakukan pembantaian terhadap ulama.

Pak YY ini seorang guru, lho. Beliau diamankan oleh polisi pada Selasa, 20 Februari 2018 lalu. Berita penangkapan Pak YY membuat gaduh sekolah.

Ada yang bersimpati, ada juga yang menyesalkan tindakan beliau. Saya sebagai orang yang seprofesi dengan beliau (saya juga guru) menyayangkan tindakan beliau.

Sebagai pendidik seharususnya lebih berhati-hati dalam tindakannya karena bisa berdampak pada murid.

Seperti ungkapan ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Bahwa perbuatan guru bisa ditiru murid bahkan lebih dari yang dilakukan guru.

Ya begitulah kalau tidak waspada. Bisa termakan berita palsu yang dibuat oleh orang tidak bertanggungjawab. Ada dua kemungkinan terjerumus berita palsu. Pertama, karena membuatnya. Kedua, karena menyebarkannya. Dua-duanya harus kita waspadai. 

Saya sering mendapatkan berita yang belum jelas kebenarannya. Ini saya alami di grup sekolah. Saat ada yang mengingatkan eh dia malah tersinggung. Dia beralasan, ‘kalau salah ya tidak apa-apa. Kalau benar, kita bisa waspada.’

Seperti saat pandemi karena Covid-19 dulu tersebar sebuah video yang memperlihatkan besi bisa menempel di lengan yang baru saja divaksin.

Video ini sampai pula di grup sekolah. Si guru suka nyebar-nyebar berita itu pun menyebarkannya. Pura-pura bertanya betul atau tidak yang digambarkan di video itu. Kalau benar, berarti bahaya vaksinasi.

Saya tahu kalau dia pura-pura bertanya. Dari sekian banyak guru, dia yang termasuk belum divaksin. Sampai sekarang, dia belum divaksin.

‘Pura-pura bertanya’ jadi cara agar tak dibilang menyebarkan berita palsu.

“Coba cek Google. Biasanya sudah ada yang membahasnya,” kata saya. 

Namun, beliau tidak melakukannya. Tidak pula menghapus video tadi. Biasanya penyebar berita palsu atau hoaks memang susah dikasih tahu. Ngeyel!

Ketika Anggota Dewan Menyebarkan Berita Palsu

Saya pernah menghadiri reses anggota dewan yang diadakan di lingkungan tempat tinggal saya. Saat itu sang dewan mengatakan kalau rentang usia pemuda itu semakin panjang.

“WHO bilang kalau seseorang usianya 18-65 tahun itu dibilang pemuda, sementara orang berusia 66-79 tahun disebut setengah baya,” katanya.

Mendengar pernyataan itu saya mengerenyitkan dahi. Apa benar? Pikir saya. Kok aneh begitu. seakan mustahil.

Saya langsung mengeceknya di internet. Di Google itu semua hal ada. Kalau berita palsu, pasti ada klarifikasinya juga. Dan benar saja. Di beberapa website berita terkenal mengulas tentang berita palsu itu.

Entah dari mana anggota dewan itu mendapat informasi tersebut. Mungkin di media sosial yang kemudian diviralkan ke mana-mana oleh orang. Tanpa mengeceknya pun kita bisa heran dengan informasi itu. Masa iya umur 65 tahun masih digolongkan pemuda. Padahal kan sudah tua ya.

Tokoh Publik dan Tokoh Politik Termakan Berita Palsu

Negeri ini pernah dihebohkan dengan prank se-nasional. Bahkan ada celetukan hari hoaks nasional. Banyak orang yang termakan berita palsu. Pembuat berita palsu bukan orang sembarangan.

Dia orang terdidik dan pintar secara akademik. Yang menyebarkannya juga tokoh publik. Bahkan ada yang sudah punya gelar magister atau profesor!

Kasus ini tidak lain adalah penyebaran berita palsu oleh aktivis Ratna Sarumpaet (RS) pada Oktober 2018. Awalnya tersebar foto RS dengan wajah lebam. Katanya akibat dianiaya. Sejumlah tokoh pun bereaksi membenarkan dan mengecam tindakan penganiayaan itu. Akhirnya RS mengakui bahwa berita itu bohong. Berita palsu itu menyebabkan gaduh di negeri kita. RS divonis dua tahun penjara akibat ulahnya itu.

Hikmah apa yang bisa diambil dari kasus RS?

Pertama, membuat dan menyebarkan berita palsu itu tidak ada manfaatnya. Malah banyak merugikan karena membuat kegaduhan di lingkungan kita. Kedua, dampaknya bisa membuat kita dipidana.  Kita bisa dipenjara. Ketiga, kalau sudah pernah menyebarkan berita palsu, orang sulit percaya lagi kepada kita.

Grup Keluarga Rawan Berita Palsu

“Dek, kok nggak gabung di grup keluarga besar kita,” tanyaku pada adik ipar. Dari dulu aku heran karena anggota keluarga banyak yang bergabung di grup itu, tapi dia tidak.

“Aku males gabung, Mas. Lha yang dishare kayak gitu. Nggak ada kaitannya sama keluarga. Bukan informasi yang penting tapi malah informasi yang aneh-aneh dan nggak masuk akal,” jawabnya dengan kesal.

“Iya juga sih. Bahkan berita yang berulang-ulang setiap tahun.”

Mungkin pembaca pernah mendapatkan pesan seperti itu. Pesan itu muncul di tahun 2020, 2021, dan 2022. Pesannya seperti ini:

Usia semua orang hari ini adalah 2022

Tahukah Anda bahwa hari ini seluruh dunia memiliki usia yang sama! Hari ini adalah hari yang sangat istimewa dan hanya terjadi sekali dalam seribu (1.000) tahun.

Usia Anda + tahun lahir Anda, setiap orang = 2022.

Sangat aneh
bahkan para ahli tidak dapat menjelaskannya! Anda memeriksanya dan melihat apakah ini tahun 2022. Ini telah menunggu selama seribu tahun!

Contoh: Saya berusia 68 tahun. Saya lahir pada tahun 1954. Jadi 68+1954= 2022

Gunakan usia Anda selama tahun ini. Contoh: Saya lahir pada tahun 1949 dan saya berusia 73 tahun. 1949 +73= 2022

Padahal, pesan ini sudah muncul di tahun 2020 dan 2021. Bahkan akan muncul lagi di tahun 2023.

Saya pun sering kesal dengan postingan pesan di grup keluarga. Namun, tetap bertahan sambil mencari cara untuk memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang kerap membagi berita seperti itu. Saya harus berhati-hati agar beliau tidak tersinggung.

Sebab beliau sudah sepuh usianya. Kalau tidak hati-hati bisa ngambek atau marah.

Dari laman kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan orang berusia 45 tahun ke atas cenderung sering menyebarkan hoaks atau berita palsu.

Kuncinya adalah Menunda Respon

Biasakan menunda respon saat menerima berita walaupun ada kata-kata sebarkan, viralkan, penting, dan lainnya. Saat dapat berita, tahan tangan kita untuk membagikan atau meneruskannya ke media sosial. Menunda hingga lima menit, belasan menit, sejam, atau seharian. Biasanya setelah itu akan ada yang membagikannya.

Biasakan membaca berita sampai habis, lalu pertimbangkan apakah berita itu penting dan bermanfaat kalau disebarkan lagi. Tidak perlu buru-buru menyebarkannya supaya dianggap paling update atau paling cepat mendapatkan berita. Diamkan sebentar berita itu. Cek di Google apakah sudah ada berita serupa atau belum. Lalu bolehlah kita mempertimbangkannya. Menyebarkan atau mengabaikan berita itu.

Lalu bagaimana kalau berita itu sudah disebarkan berkali-kali?

WhatsApp bisa menunjukkan kalau kalau berita itu sudah diteruskan berkali-kali. Kalau ada keterangan seperti ini kita tidak perlu lagi menyebarkannya. Anggap saja sudah disebarkan oleh orang lain.

Ada lho orang yang gercep (gerak cepat) menyebarkan berita. Apa alasannya?

Kadang supaya dianggap yang paling update, atau paling ngerti informasi. Dia pikir orang butuh informasi itu. Padahal, tidak semua orang butuh informasi itu.

Informasi viral biasanya sudah ada di grup lain. Jadi ‘percuma’ kalau kita menyebarkan informasi dengan harapan orang lain tahu juga. Percayalah, informasi itu didapat dari grup lainnya.

Sebab biasanya kita punya banyak grup mulai dari grup tempat kerja, grup hobi, grup keluarga, grup bisnis, grup alumni, grup RT/RW, dan lainnya.

Bahkan satu tempat kerja saja bisa ada beberapa grup. Biasanya kita lebih dari satu grup WhatsApp. Bahkan ada yang punya empat puluh grup. Luar biasa!

Cek Dulu, Saring Sebelum Sharing

Dalam satu hari kita dapat banyak berita. Bisa puluhan bahkan ratusan. Tidak semua yang kita terima itu berita benar. Maka sebelum menyebarkannya kita harus menyaringnya dulu. Rumusnya saring sebelum sharing.

Saat dapat infomasi kita harus cek dulu apakah informasi itu benar atau bohong. Kalau informasi itu benar, jangan langsug menyebarkannya. Periksa apakah berita itu bermanfaat atau tidak. Kalau berita itu membawa manfaat bolehlah di-share. Tapi kalau berita itu tidak membawa manfaat ada baiknya tahan tangan kita untuk sharing.

Kalau dulu ada ungkapan “Mulutmu harimaumu” sekarang ungkapannya menjadi “Jarimu harimaumu”. Jari bisa diibaratkan harimau yang bisa menerkam dan membinasakan kita. Maka, berhati-hatilah.

Kenali Yuk Ciri-Ciri Berita Palsu

Berikut ini beberapa cara mengenali berita palsu.

1. Judulnya Provokatif

Judul berita palsu biasanya bersifat provokatif. Ada kata-kata provokatif seperti sebarkan, viralkan, jangan diam saja, dan sejenisnya. Selain itu biasanya pakai huruf kapital dan tanda seru. Kalau dapat berita dengan judul ini kita harus langsung waspada. Malahan abaikan. Karena biasanya berita palsu.

2. Isinya Membingungkan atau Tidak Masuk Akal

Sekilas, berita palsu itu tidak salah. Ya seperti berita yang selalu ada setiap tahun tadi. Atau seperti video tentang magnet-magnet yang menempel di lengan para penerima vaksin. Lalu berita itu berkembang menjadi adanya microchip magnetis dalam vaksin COVID-19. Microchip magnetis itu yang dianggap menyebabkan tubuh bereaksi seperti magnet. Tentu isi video tersebut tidak masuk akal. 

Tidak tidak mungkin ada microchip magnetis yang terbawa dalam suntikan vaksin COVID-19. Sebab ukuran jarum vaksin yang sangat kecil. Microchip seperti apa yang bisa masuk atau larut dalam ukuran jarum suntik yang berukuran sepersekian milimeter.

Kalau koin menempel? Lha, koin kan menempel juga didahi kita tanpa diberi tindakan apapun. Sejak kecil sudah ada mainan seperti itu.

3. Kalimatnya Sering Salah Tik (Typo)

Mungkin karena buru-buru atau tidak menguasai tulisan sehingga pembuat berita palsu biasanya tidak mengindahkan kaidah penulisan berita. Makanya ada typo atau salah tik.

Pilih Sumber Berita Terpercaya,

Terhindar dari Berita Palsu

Dalam sehari ada sepuluh atau lebih berita palsu saya terima. Paling banyak apa? Biasanya tentang undian berhadiah. Godaan uang atau hadiah memang sering membutakan. Hehe.. Padahal kalau dilihat sekilas saja sudah kelihatan kalau itu penipuan atau palsu.

Agar kita terhindar dari berita palsu, pastikan kita mendapatkannya dari sumber yang terpercaya. Zaman sekarang begitu banyak laman berita online. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan ada 800.000 situs penyebar hoaks.

Untuk memastikan berita itu dapat dipercaya, kalau website harus dari website resmi. Maka perlu kita kenali jenis-jenis website atau domain extension (ekstensi domain). Misalnya untuk lembaga pemerintahan harus berekstensi atau berakhiran .go.id yang menandakan itu website untuk lembaga pemerintahan. Sehingga kalau bukan ekstensi domain itu patutlah kita harus waspada.

Perhatikan jenis domainnya. Kalau gratisan, patut diragukan. Misalnya kok ada pengumuman undian berhadiah dari bank terkenal namun domainnya gratisan seperti blogspot.com atau wordpres.com maka kita pastikan itu berita palsu. Masak iya perusahaan atau lembaga besar dan terkenal nggak kuat beli domain berbayar, eh malah pakai domain gratisan.

Salah satu sumber berita terpercaya dan informatif yang jadi langganan saya adalah inilah.com. Kanal berita yang telah dipercaya masyarakat Indonesia ini memang layak jadi acuan mendapatkan berita yang update, kredibel, dan solutif.

Ya, inilah.com merupakan inovasi media pertama di Indonesia yang mengusung konsep jurnalisme solusi.

Inilah.com berdiri sejak Februari 2008. Sudah 13 tahun Inilah.com menemani pembacanya dan sempat menjadi salah satu portal berita online teratas di Indonesia pada awal tahun 2010-an. Inilah.com lalu melakukan inovasi untuk kembali menjadi salah satu media terbesar di Indonesia. Semangat ini ditandai dengan ‘reborn’-nya Inilah.com pada 17 Agustus 2021 lalu dengan mengusung jurnalisme solusi.

Inilah.com punya tagline baru  “Titik Tengah. Titik Cerah” yang memiliki makna Inilah.com hadir bukan sekadar memberitakan, tetapi mencari jalan keluar, memoderasi, memberdayakan, dan menginspirasi.

Di tahun 2022 ini, reborn-nya Inilah.com sudah memasuki usia satu tahun. Dalam merayakan satu tahun reborn, Inilah.com berbagi makan siang kepada para jemaah Masjid Nurul Hidayah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (26/8/2022). Sedikitnya 400 box makan siang dibagi-bagikan kepada para jemaah, petugas parkir, pengemudi ojek online serta masyarakat sekitar. 

Berbagai kebutuhan berita saya dapatkan dari Inilah.com. Berita favorit saya adalah olahraga yang saya dapatkan dari kanal arena. Berbagai berita yang sedang viral dapat kita ikuti pula dari kanal viral milik Inilah.com. Tidak hanya itu, kanal lain pun memberikan banyak nutrisi informasi kepada kita seperti kanal Empati, Inersia, Hangout, IXU, Kanal, Bisnis, Ototekno, dan lainnya.

Tidak ketinggalan, saya setia mengikuti media sosial Inilah.com terutama instagramnya yang ciamik dalam desain dan kontennya.

Pilihan warnanya berkarakter kuat. Ini membuat pengunjung betah berlama-lama membacanya. Media sosial menjadi daya tarik untuk menyelami sajiannya yang lebih mendalam.

Akhir Tulisan

Kita harus sudah hafal dengan ciri-ciri berita palsu. Mungkin kita setiap hari bertemu atau mendapat berita palsu. Seharusnya membuat kita semakin terasah pengetahuan tentang berita palsu.

Setiap ada berita kita harus menahan diri untuk meresponnya. Jangan ibarat kompor bersumbu pendek yang mudah meledak. Sebab dampaknya bisa buruk untuk kita bahkan keluarga kita.

Jika berita ibarat makanan, kita harus memilih makanan yang bergizi untuk tubuh kita.

Berita palsu memang banyak. Namun, berita baik juga tidak kalah banyaknya. Menyebarkan berita palsu saja tidak boleh. Apalagi membuat berita palsu. Sangat dilarang!

Kita sudah jenuh dengan berita palsu yang merusak integritas bangsa. Ya, berita palsu bisa membuat kita saling bermusuhan.

Bangsa kita masih punya banyak masalah yang harus kita hadapi bersama. Kita bersatu saja belum tentu bisa segera menyelesaikan masalah itu, apalagi kalau bercerai berai.

Mari lebih cermat dalam bersikap. Memilih dan memilah tindakan. Yuk, utamakan persatuan sesama anak bangsa. Semoga Indonesia semakin maju. Aamiin.