Hantu Pirau. Cerita rakyat ini berasal dari provinsi Jambi. Ada dalam lagu dengan lirik ‘yang paling unik, orangnya pendek kaki terbalik‘. Sebuah lagu daerah Jambi yang masyhur itu. Nah, bagaimana kisah lengkapnya cerita rakyat hantu Pirau yang bahkan masuk dalam catatan Marcopolo?

Kisah ini terjadi pada masa raja Jambi pertama yang berasal dari negeri Keling atau India. Pada suatu ketika negeri Jambi diributkan oleh kabar tentang hantu pirau. Orang-orang jadi takut keluar rumah. nah bagaimanakah rakyat Jambi menaklukkan hantu pirau itu.

Hantu pirau adalah makhluk yang sering menakut-nakuti anak-anak ketika bermain. Juga sering mengganggu bayi bayi yang sedang tidur. Hantu pirau suka sekali dengan anak-anak. Kalau melihat anak-anak dia ketawa-ketawa. Tapi sebaliknya anak-anak ketakutan dan nangis. Para orang tua jadi takut dan merasa terganggu.

Lalu para pemimpin masyarakat dari tujuh koto, sembilan  koto, dan batin dua belas yang juga disebut dubalang tujuh, dubalang sembilan, dan dubalang dua belas mencoba mengusir hantu pirau dengan membacakan segala mantra yang mereka kuasai. Tapi gagal.

Hantu pirau tidak kalah bahkan semakin menjadi-jadi. siang dan malam hantu pirau mendatangi anak-anak dan mengganggunya. Karena gagal mencegah gangguan hantu pirau para dubalang menghadap Raja Jambi. Mereka menceritakan tentang hantu pirau yang telah mengganggu anak-anak.

Raja Jambi mendengarkan dengan saksama. Dia tersenyum sambil mengelus-elus jenggotnya yang lebat dan telah memutih. Lalu dia berkata.

“Pulanglah kalian ke negeri kalian dan sampaikanlah ke seluruh warga agar membuat lukah.”

Lukah adalah alat untuk menangkap ikan.

Para dubalang keheranan. Lalu bertanya.

“Ampun Baginda bukankah sekarang belum waktunya menangkap ikan?” tanya dubalang penuh keheranan.

“Sudahlah. Laksanakan apa yang aku perintahkan. Siapkan lukah. Jangan lupa setelah itu pasangkanlah lukah di atas bukit.”

Orang-orang makin keheranan. Karena lukah biasanya kan dipasang di sungai tapi ini dipasang di bukit.

Warga pun keheranan ketika diajak untuk membuat lukah dan memasangnya di bukit. Namun mereka tetap melaksanakan perintah Raja Jambi yaitu memasang luka di atas bukit. Sebuah kegiatan yang tak pernah mereka lakukan selama ini.

Hari pertama, hari kedua, hingga hari keenam tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Lukahnya masih kosong tapi ketika hari ketujuh rupanya ada sesuatu yang bergerak-gerak diatas lukah. Bentuknya seperti manusia, tetapi kecil. Makhluk itu bisa berbicara. Lalu mereka segera membawanya ke hadapan Raja Jambi.

Kemudian raja Jambi mengatakan, “Makhluk inilah yang sering mengganggu anak-anak kalian. Inilah hantu pirau,” kata sang raja. “Pengawal, siapkan pedang yang tajam. Aku akan memotong tubuh tubuh hantu ini,” perintah sang raja.

Hantu pirau memohon ampun kepada raja. “Ampun tuan. Jangan bunuh hamba. Jika tuan sudi melepaskan hamba dari lukah ini hamba akan memenuhi segala permintaan tuan.”

“Baiklah kalau begitu aku punya dua permintaan. Pertama, setelah keluar dari lukah ini kamu pergi dari negeri Jambi jangan ganggu wargaku. Terutama anak-anak kecil. Kedua, serahkan cincin pinto-pinto apa yang kau miliki.”

Cincin pinto-pinto adalah cincin yang dapat mengabulkan apa yang diminta.

Kemudian hantu pirau memenuhi permintaan raja Jambi. Hantu pirau keluar dari lukah dan memberikan cincin pinto-pinto kepada raja. Kemudian dia pergi dari Jambi.

Beberapa tahun kemudian Raja Jambi ingin membuktikan kehebatan cincin pinto-pinto . Dia meminta agar kota Bombay di India itu dijadikan sebagai kota yang bertahtakan mutiara, batu permata, dan intan berlian.

Bombay jadi gemerlap. Setelah itu Raja Jambi tidak mau pulang ke Jambi. Tapi dia menyuruh anaknya yaitu Sultan Baring untuk kembali ke Jambi. Kemudian Sultan Baring inilah yang menurunkan raja-raja, sultan-sultan, maupun raden-raden berikutnya seperti Sultan Taha Saifudin .

Hantu pirau terkenal sebagai cerita rakyat Jambi. Legenda ini bahkan masuk dalam catatan Marcopolo pada 1292.

Yang unik adalah orang pendek ini memiliki kaki terbalik. Jadi kalau bekas tapak kaki itu menghadap ke utara sesungguhnya makhluk ini sedang berjalan ke arah sebaliknya yaitu arah selatan. Kalau jejak kakinya menghadap ke timur sebetulnya makhluk ini berjalan ke barat.