
Hidup Layak untuk Guru Honorer
Selesai mengajar saya pulang. Saat itu akhir bulan. Saya pulang membawa amplop gajian. Dengan was-was, amplop saya buka bersama istri. Isinya? Satu lembar uang bergambar I Gusti Ngurah Rai. Gaji saya Rp. 50.000.
Ya, gaji pertama mengajar sejumlah lima puluh ribu rupiah. Itu terjadi pada tahun 2013. Saya merasa lemas. Pikiran kalut. Dengan uang segitu bagaimana saya menafkahi keluarga?
Berapa bulan kemudian gaji saya memang naik. Tapi tidak sampai sepertiga dari UMK atau Upah Minimum Kabupaten. Juga masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan.
Untuk menambah penghasilan saya nyambi jualan jualan donat, susu kedelai, bakpao dan lainnya. Sering saya ke sekolah sambil bawa jualan untuk dititipkan ke warung-warung.
Tapi kemudian saya kewalahan membagi waktu mengajar dan jualan. Akhirnya saya pun tak lagi jualan. Berkuranglah pemasukan. Tapi demi murid, saya harus menerima kenyataan.
Horornya Gaji Guru Honorer
Gaji guru honor di negeri ini memang horror. Ribuan bahkan jutaan guru honor hidup jauh dari kata sejahtera. Banyak guru yang digaji tak layak.
Guru Oemar Bakri bukan hanya ditemui dalam lagu Iwan Fals. Benar-benar ada di kondisi nyata. Ada guru yang dibayar tiga bulan sekali, jumlahnya pun tak besar, habis untuk satu bulan saja. Kalau gaji tiga bulanan itu tidak cukup untuk kehidupan sebulan, bagaimana dengan kehidupan dua bulannya lagi?
Ada ibu guru yang sudah 10 tahun lebih menjadi seorang guru honor. Datang ke sekolah menempuh jarak puluhan kilometer. Ada tiga kecamatan yang dilewati. Meninggalkan suami dan anak. Saat ini dia masih berharap diangkat PNS.
Saya berharap diangkat menjadi PNS. Ingin bergaji layak seperti guru lainnya. Ikut tes PNS, tak lolos. Sekarang umur 34 tahun.
Saya guru honor di swasta. Masih ada harapan untuk hidup sejahtera sebetulnya masih ada. Dengan sertifikasi guru swasta. Namun prosesnya pun tidak mudah. Harus lulus UKG yang ujiannya sangat sulit.
Tidak setiap tahun ada. Kalau ada, hanya sedikit guru yang diluluskan. Satu kabupaten hanya dua atau tiga orang guru.
Harapan sertifikasi semakin kabur. Padahal, walaupun tidak diangkat sebagai PNS, kalau dapat sertifikasi, sudah lumayan. Sebelas tahun mengabdi belum dapat sertifikasi.
Suasana Horor Saat Rapat Guru
Suasana saat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) ngeri-ngeri sedap. Dalam obrolan guru ada kata-kata ‘cair’ atau ‘meleleh’. Begitu juga dalam percakapan grup WhatsApp.
Ada pula ‘cek ATM’. Guru-guru tentu tahu maksudnya. Yang dimaksud dengan cair adalah cairnya tunjangan atau dana sertifikasi bagi guru negeri.
Ah, guru honor sedih mendengarnya. Saya bukannya iri dengan guru negeri. Tapi kadang manusiawi ingin juga mendapat ‘cair’ seperti mereka.
Juga bukan mengkritik kebiasaan obrolan guru PNS. Saya yakin guru PNS bukan menyindir guru honor pula.
Saat itu ingin teriak di hadapan pemerintah, “Sejahterakan kami! Sejahterakan guru honor!”
Apakah tak boleh guru memperjuangkan haknya agar setara dengan guru PNS lainnya? Apa tak boleh guru honor lebih sejahtera hidupnya?
Padahal jasanya sangat besar untuk bangsa ini. Ada ungkapan bahwa di dunia ini hanya ada dua pekerjaan yaitu guru dan bukan guru.
Indonesia sudah 76 tahun merdeka. Iya benar kita sudah lepas dari penjajah nista. Tapi kehidupan bangsanya belum sejahtera. Guru juga merasakannya.
Jika guru PNS ada istilah gaji 13, sebetulnya guru honor pun ada gaji 13. Tapi maksudnya gajian di tanggal 1, di tanggal 3 sudah habis. Nama sama, nasib beda.
Kadang jengkel juga dengan pemerintah yang tak kunjung memperhatikan nasib guru honorer. Ingin melepas profesi sebagai guru.
Teringat murid, mereka butuh guru, butuh ilmu dan hikmah dari sang guru, membuat guru honor bertahan meskipun dalam kondisi jauh dari sejahtera.

Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan, “Guru harus menghadirkan sepenuh hati karena murid belajar dengan sepenuh hati.” Benar adanya. Tapi bagaimana bisa menghadirkan sepenuh hati kalau guru mengajar dibayangi kebutuhan rumah tangga, uang belanja, dana pendidikan anak, dan kebutuhan lainnya?
Akhirnya guru tak bisa mengajar di kelas dengan tenang. Pemerintah harus memerhatikan guru honor. Agar kesejahteraannya meningkatkan. Maka agar nyaman dalam mendidik tenangkan pikirannya dengan cara penuhi kebutuhannya.
Harusnya pemerintah turun langsung melihat potret guru di honor di pelosok-pelosok dengan honor yang horror itu. Jangan hanya melihat dari kejauhan saja atau mendengar laporan yang dibuat berdasarkan asal bapak senang (ABS).
PPPK = Kebijakan Bencana?
Pemerintah harus tahu kebingungan guru tentang kebijakan yang sering berubah. Guru di akar rumput banyak yang dirugikan dari kebijakan.
Acapkali kebijakan bukan menghadirkan solusi tapi malah menjadi sumber kontroversi. Termasuk kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai dasar hukum PPPK. UU ini membuat istilah guru dan tenaga pendidik honorer tidak lagi dikenal secara hukum. Yang ada guru ASN dan guru yayasan. Guru ASN sendiri terdiri atas PNS dan PPPK.
Guru honorer tentu saja berharap PNS. Namun, yang ditawarkan adalah PPPK yang substasinya adalah tenaga kontrak. Kalau pun saat ini guru juga mengincar PPPK, itu lantaran tidak ada pilihan. Daripada sebagai honorer yang dibayar tiga bulan sekali itu.
Berbagai surat kabar memberitakan bahwa Indonesia kekurangan guru. Kok bisa? padahal guru honorer sangat banyak. Lha ini ada apa? Kenapa tidak diangkat saja guru honorer menjadi guru PNS? (Dari data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga 2020 terdapat 728.461 guru honorer.)
Negara kita sangat kaya. Tapi rakyat tetap miskin karena salah kelola. Kesenjangan lebar menganga. Dalam ranah pendidikan kesenjangan terjadi juga.
Kalau kekayaan itu dijaga dan dikelola dengan sebenar-benarnya pasti bisa untuk membiayai kebutuhan negara termasuk mensejahterakan guru honor. Uang negara banyak dikorupsi. Jumlahnya sangat besar. Termasuk dana bansos juga dikorupsi.
Coba kalau miliaan atau triliunan itu untuk kesejahteraan guru. Mungkin persoalan itu dapat dikurangi atau bahkan di atas diselesaikan.
Tidak muluk-muluk. Guru honor nggak sampai pengen beli kendaraan atau barang-barang mewah. Yang penting bisa mencukupi kebutuhan bulanan dan menyiapkan dana pendidikan anak.
Mudah-mudahan ada nasib baik untuk guru. Terutama guru yang berada di usia senja. Setidaknya mereka bisa merasakan bahagia. Hidupnya bisa lebih sejahtera. (*)
#hutri76
#lombamenulis
#lombapidotaorasi
#tamsillinrung
#dasadlatif
#hersubeno
Penulis: Supadilah. (11 tahun menjadi guru honorer).
Jadi ingat video yg viral kemarin soal guru honorer yg sudah mengalami kesulitan ketika ikut ujian PPPK
Semoga tenaga honorer semakin diperhatikan kesejahteraannya
Aamiin Allahumma Aamiin. Semoga nasib guru diperhatikan.
Semoga tenaga honorer semakin diperhatikan kesejahteraannya kedepan.
Aamiin. Terima kasih banyak. Pak. Sepakat. Semoga nasib guru semakin diperhatikan.
Semoga dibaca oleh para penentu kebijakan di negeri ini. Murah-mudahan guru honorer tahun ini diangkat sesuai dengan lamanya pengabdian
Aamiin. Harapannya begitu Bu. Agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang lebih pro rakyat. Juga memerhatikan nasib guru.
Teruslah snangt n semangt karn kunci prjuangn adalh smangt n terus berdoa karn stelah ikhtiar qt berdoa gusti Allah yg Maha Pemberi n Maha mengabulkan ya,barokalloh.
Benar, Pak. Sembari menunggu nasib baik untuk guru, harus tetap semangat. Terima kasih banyak sudah berkunjung Pak. Doakan agar guru honorer bisa hidup lebih layak.
Alhamdulillah selalu.
Itupun sy rasakan sampai sekarang…Alhamdulillah Alhamdulillah
Wah bener Bu? Semoga kehidupan guru honorer semakin membaik. Aamiin.
Semoga ada solusi terbaik untuk kita para honorer. Amin.
Termi kasih omjay..
Aamiin. Benar. Semoga ada kehidupan yang lebih baik untuk para guru terutama guru honorer di Indonesia
Aamiin ya rabbal alamin. Terima kasih banyak OmJay. Selalu senang dikunjungi dan dikomentari OmJay.
Perjuangkan guru honor
Harusnya begitu Pak. Minimal guru honorer bisa hidup lebih layak. Nggak harus mewah.
salut dengan pengorbanannya, semoga tulisannya ini dibaca oleh para penentu kebijakan di negeri ini. Salah sehat selalu.
Guru honorer Harus Semangat Pengorbananmu tidak pernah sia-sia Semoga dgn adanya P3K kita yg sdh umur 35+dn yg blm Pemerintah bisa memberi Kebijaksanaan yg sdah mngabdi lma 12,17,dll bisa diangkt PNS dgn dukungan Om Jay dn kawan kwanya Amin Amin Amin Yarobalalamin
Aamiin. Terima kasih banyak. OmJay.
Tulisan yang mengalir perlahan, namun tajam menghujam. Kritik disampaikan dengan lembut namun menampar penentu kebijakan. Entah berapa banyak kata sabar yang didengarkan, guru honor hanya memerlukan kejelasan. Semoga jalan keluar dapat ditemukan.
Benar Pak. Berharap kehidupan guru honorer bisa lebih sejahtera. Nggak buat beli mobil atau barang mewah. Cuma buat kebutuhan hidup dan pendidikan anak saja udah cukup.
Ya Allah … Bapak … saya merinding membaca curahan hati Bapak. Saya PNS saja masih ngos-ngosan membiayai kuliah anak-anak karena tinggal terpisah. Honorer di sekolah saya ternyata lebih beruntung. Mereka mendapatkan gaji senilai UMR per bulan dari Pemerintah Provinsi. Masih mendapatkan THR senilai 2
1 bulan gaji. Tetap saja, jauh dari cukup. Saya prihatin dengan kondisi mereka. Prihatin dengan seluruh guru honorer di negeri ini. Semoga Allah menggerakkan hati para pengambil kebijakan untuk lebih bijaksana dalam mencermati nasib pejuang pendidikan, yang pada akhirnya akan menentukan nasib bangsa di masa mendatang.
Ya Allah. Alhamdulillah guru sana dapat kondisi yang lebih baik. Sudah jadi rezekinya ya Bu. Mudah-mudahan guru honorer lainnya bisa meningkat juga kehidupannya. Aamiin
Selalu ikut merasa prihatin atas nasib guru honor. Tuntutan pekerjaan sama dg PNS yg sudah bersertifikasi sekalipun. Semoga P3K menjadi solusi yg bnr2 solutif, meskipun kecewa juga, knp tdk direkrut menjadi PNS.
Terima kasih banyak Ambu. Saya salut dengan empati Ambu. Kalau banyak orang yang pandai empati seperti Ambu, saya yakin sangat menyenangkan bagi guru honor. Yah, semoga guru honorer bisa lebih kayak hidupnya. Aamiin
Jadi bisa merasakan apa yang dirasakan guru honorer. Semoga ada solusi terbaik dari para pemangku kebijakan.