Walaupun hanya satu botol mineral, pemulung mengambilnya. Walaupun ada satu biji sawit (berondol), petani memungutnya. Walaupun ada satu jam mengajar, guru melakoninya. Nggak mikir nanggung cuma satu. Walaupun sedikit, itu merupakan sumber rezeki. Demi sesuap nasi. Makanan begitu berharga. Jadi, kenapa ada yang buang-buang makanan?
“Bu. Kalau boleh, saya usul. Nasinya nggak usah disebar rata di atas daun pisang ya. Tapi diletakkan di depan orangnya aja Bu,” kataku pada Bu Resi. Penanggungjawab munggahan di sekolah. Ya, waktu itu kami sedang mengadakan munggahan. Munggahan adalah tradisi masyarakat berupa makan-makan menjelang memasuki bulan Ramadhan. Bukan sekadar makan-makan tapi silaturahim.
“Emangnya kenapa Pak?”
“Biasanya Bu kalau disebar itu sering nggak habis, karena kebanyakan,”
“Oh gitu ya, Pak. Mangga aja. Bener tuh, Pak. Takut mubazir ya,”
Munggahan itu tradisi bagus. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan. Tapi ada yang perlu diperhatikan. Biasanya banyak makanan yang nggak dimakan lalu dibuang begitu saja.
Acara munggahan di sekolah kami. Alhamdulillah, ludes.
Mengapa saat kondangan sering mubazir makanan? Bukan cuma nasi tapi juga lauknya. Saat kondangan kan banyak makanan. Berjejer-jejer berbagai menu. Merasa nggak perlu beli atau sedang banyak makanan lalu ngambil makanan sebanyak mungkin.
Bukan nasi atau makanan sendiri. Jadi, walaupun nggak habis, nggak rugi. Mungkin begitu pikirnya.
Demikian perilaku sebagian besar masyarakat kita. Ternyata perilaku ini berdampak pada tingkatan yang lebih besar lho. Ternyata juga, Indonesia merupakan negara terbanyak menghasilkan sampah makanan.
Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat kedua tertinggi di dunia dalam hal membuang-buang makanan. Setiap tahun, Indonesia menghasilkan 13 juta ton sisa makanan yang terbuang. Setara dengan 500 kali berat monas. Kalau dirata-ratakan, setiap orang membuang 300 kg sampah makanan setiap tahun.
Pada umumnya, orang menganggap bahwa sampah sisa makanan bukanlah sampah yang berbahaya karena bisa diurai, merupakan sampah organik.
Salah satu peristiwanya adalah ledakan TPA Leuwigajah pada 21 Februari 2005.
Setelah itu, peristiwa tersebut diperingati sebagai Hari Peringatan Sampah Nasional. Tujuannya agar kita ingat, bahwa peristiwa tersebut jangan sampai terulang. Juga mengingatkan bahwa sampah makanan menjadi sesuatu yang berbahaya.
Cari Makan Itu Susah.
Jangan Gampang Membuang Makanan.
Makanan kita dapatkan dengan susah payah. Berkeringat membanting tulang demi mendapat sesuap nasi. Masak iya setelah susah payah mendapatkannya, kita mudah saja membuang-buang makanan?
Saya sewaktu kecil dimarah bapak. Lantaran menyisakan beberapa butir nasi di piringnya.
“Nek mangan ki di entek ne to Le. Ora ngrasakne bapak Leh mbrondol kae siji wae dijukok. Nek kowe nyisakne upo sak butir kui Podo wae mbuang-mbuang brondolan,“
Artinya begini, “Kalau makan itu dihabiskan, Nak. Kamu apa nggak ngerasain bapak mengumpulkan satu tetes demi satu butiran sawit. Kalau kamu menyisakan nasi satu butir sama saja membuang-buang butir-butir sawit.”
Saat itu saya masih sekolah dasar. Nasihat itu dikatakan 20 tahun yang lalu. Sampai sekarang masih saya ingat.
Tahu rasanya susah mencari nafkah. Untuk dapat satu kwintal saja harus berkeliling satu kapling sawit. Mengintari pokok batang sawit, mata menatap awas, siapa tahu ada berondolan. Seneng banget kalau bertemu berondolan.
Untuk dapat satu kwintal juga satu berondol aja diambil. Nggak mungkin petani hanya mengambil saat banyak berondol saja. Aneh itu namanya. Makanya, sangat beralasan kalau satu butir nasi setara satu butir berondol. Sekali lagi, aneh kalau satu berondol ditelateni diambil tapi dengan mudahnya membuang sebutir nasi.
Mengambil berondol di lahan sawit (dok. pribadi)
Inspirasi Dari Sapi, Makanan Begitu Dihargai
1. Ajak keluarga, Ajari Anak
Untuk Menghargai Makanan.
Sejak kecil, anak-anak perlu diajari menghargai makanan. Pembentukan karakter sangat baik dilakukan sejak kecil. Agar dimanapun dan kapanpun dia akan selalu ingat. Bahkan kelak, kaya atau belum kaya, dia tetap menghargai makanan.
Anak sulung saya, sudah terbiasa habiskan makanannya
2. Perbaiki Gaya Hidup
Makan Bukan Sekadar Gaya-gayaan.
Gaya hidup menghabiskan makanan inilah yang perlu dilestarikan
3. Ubah Kebiasaan Saat Kondangan
Jangan AJI MUMPUNG. Mumpung ada kondangan, puas-puasin. Terus mengambil banyak makanan. Piring pun penuh. Padahal, tidak akan habis. Lapar mata perlu ditekan. Lebih baik kurang dari pada kelebihan makanan.
Habiskan makanan saat di kondangan (dok. pribadi)
4. Olah Sampah Makanan Menjadi Kompos
Belajar dari Bandung dalam
mengelola Sampah Makanan
1. Food Racing
Yaitu penyadaran kepada generasi muda bahwa belanja makanan itu harus bijak dan memberikan penyadaran juga bahwa makanan yang tersisa di piring atau minuman yang tersisa di gelas minuman kalian itu berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar dan bahkan berdampak buruk bagi bumi.
2. Food Sharing
Melalui Badami Food Rescue, dilakukan gerakan upaya penyelamatan surplus makanan, waste makanan dan donasi fresh makanan yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran, hotel, cafe, bakery, catering dan industri makanan lainnya. Kemudian, hasil donasi ini disalurkan ke pada orang lain yang membutuhkan. Dari laman resminya, aplikasi ini sedang dalam pengembangan. Semoga dalam waktu dekat bisa diluncurkan.
3. Urban Farming
Yaitu pemanfaatan lahan terbatas agar bisa dibuat ruang terbuka hijau, pemanfaatan lahan pekarangan agar lebih produktif.
Penutup
Memang tidak mungkin menghilangkan sampah makanan. Tapi sangat mungkin dikurangi. Apalagi jika setiap individu peduli mengurangi sampah makanan, dengan sendirinya kesadaran tingkat masyarakat bahkan negara terbentuk. Sampah makanan memang menjadi masalah kita. Tapi jika setiap orang menjadikan dirinya sebagai solusi, maka permasalahan itu akan memudar dengan sendirinya. Semoga kita semakin bijak menghargai makanan.
1. Program Bandung Food SmartCity
https://bandungfoodsmartcity.org/program/
2. Bom Waktu Itu Bernama Sampah Makanan
https://kumparan.com/kumparannews/bom-waktu-itu-bernama-sampah-makanan-1sey9ZZUcFw/full
Kalau ibuku dulu bilang, nasie nek gag habis nanti nangis. Eh, nasi kok bisa nangis ya…. Sampai katanya nanti di akhirat datangin marah2… Hihihi bikin takut. Tapi emang yg paling logis ya mibazir itu… Banyak orang kelaparan sedangkan kita malah buang2 makanan. Jadi ambil secukulnya dan habiskan adalah solusi yg terbaik ya mbak..
Benar, Pak. Di sisi lain banyak saudara kita yang kesulitan dapat makanan. Tapi ada juga yang dengan mudahnya membuang makanan. Ah, semoga semakin banyak yang sadar untuk menjaga makanan, menghindari dari sampah makanan. Aamiin
Setuju mas. Aku juga usaha in ga prnah buang makanan. Selalu diabisin..
Makanya males kadang beli makanan diluar soalnya porsinya gede bgt
Pasti ga abisnya. Klo beli di warung tertentu juga minta nasinya mending dikit aja ketimbang dibuang nnti
kesadaran ambil makanan secukupnya dan menghabiskannya perlu ditanamkan kepada anak-anak… kalau sampai makanan terbuang, bukan hanya mubazir, namun sangat disayangkan, karena masih banyak saudara-saudara kita yang kesulitan mendapatkan makanan
Saya setuju pola pengasuhan dan pengajaran orang tua mengambil peranan yang penting untuk menciptakan kebiasaan. Apalagi jika dibarengi dengan pemahaman no food waste yang diterapkan di dalam keluarga. Semoga saja sampah rumah tangga bisa lebih berkurang dan program yang diterapkan kota Bandung bisa diterapkan di kota lainnya
Iya Kak. Tanggung jawab tentang hal ini paling utama dilakukan orang tua. Dan menurutku ini paling mendasar. Kalau karakter ini sudah tertanam, maka anak akan menjadi sosok yang menjaga diri dari membuat atau membuang sampah yang tidak perlu, dalam kehidupannya mendatang. Terima kasih sudah berkunjung, Kak
Duh, kesadaran orang untuk selalu menghabiskan makanan agar tak bersisa dan jadi sampah itu masih minim banget ya. Bukan hanya anak-anak, orang dewasanya yang justru paling tahu gimana susahnya cari uang saja, kebanyakan masih cuek dan enggak peduli dampaknya dari segala sisi, termasuk dalam hal kehilangan keberkahan ya Mas.
Wah saya baru tahu ada program Bandung Food Smart City, keren dan perlu diluaskan
Benar, Mbak. Kesadaran seperti inilah yang harusnya terus ditanamkan pada anak. Ya tentu saja orang tua harus lebih dulu memberikan keteladanan. Bandung FoodSmart City mengusung konsep pengelolaan dan kesadaran tentang sampah makanan. gerakan dan lembaga seperti ini perlu dibesarkan dan disebarkan pula ya Mbak. Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar.
Jaman saya kecil dulu juga sering dimarahi sama ibu kalau makanan di piring nggak dihabiskan. Bahkan diancam nggak akan diajak ke acara kondangan lagi kalau makanan saat itu nggak dihabiskan. Padahal banyak lho orang dewasa di sekitar saya yang cuek aja nggak menghabiskan makanan, kenapa saya yang anak kecil dipaksa untuk menghabiskan. Begitulah pikir saya kala itu.
Setelah dewasa, baru deh saya tahu bahwa maksud ibu saya itu baik, mengajarkan saya untuk tak mubadzir dan membuang-buang makanan
Wah, pembiasaan yang bagus, walaupun dulu belum tau apa maksud dari orang tua ya Mbak. Saat ini kita sudah tau, semoga bisa menjalankan kebiasaan itu.
Dan lebih penting adalah menularkan kebiasaan itu kepada orang terdekat. Misalnya keluarga atau saudara. Mudah-mudahan dengan rantai kebaikan ini semakin penjang dan menyentuh banyak orang. Aamiin
Salah satu cara saya mengajari anak agar tidak buang sisa makanan adalah dengan mengajari anak mengambil makan sendiri sejak dini. Tujuannya supaya ia bisa mengukur porsi yang ia inginkan dan bisa menghabiskan semuanya. Sayangnya, masih ada aja orang tua yang maksa anak menghabiskan makanan tapi yg menentukan porsinya ada orang tua itu sendiri.
Keren rumus 1/3 nya, saya juga lagi jaga pola makan berarti secara gak langsung mengurangi sampah makanan ya..
Cuma si kecil yang kadang makan masih bersisa harus diberikan pengertian seperti ini agar gak lagi makan bersisa makasih sharingnya sangat bermanfaat
Yang punya anak kecil pastinya sering mengalami ini ya Mbak. Anak-anak sering nggak habis makannya. Orang tua sering jadi penjaga gawang. Kalau nggak habis, orang tua harus menghabiskannya. Tapi demi nggak mubazir makanan, orang tua harus mau menghabiskannya. Tapi bisa juga dengan cara lain; ngambil makannya sedikit dulu saja. Terima kasih sudah berkunjung, Mbak.
Wah, sama Uda. Begitulah cara orang tua dulu mengajari. Sebetulnya bagus, punya nilai luhur. Walaupun kadang nggak masuk akal. Tapi begitulah pengajaran masa lalu. Kita sekarang banyak yang ninggalkan nilai luhur itu.Saatnya kembali menegakkan nilai-nilai itu, dengan cara yang lebih tepat lagi. Semoga sampah makanan makin berkurang. Aamiin
Jadi ingat cerita sewaktu kecil “nasi harus dihabiskan, kalau gak nasinya nangis”. Dulu orang tua mengajarkan anak untuk menghabiskan makanan dengan mitos, tahayul atau sebagainya. Tapi sekarang, orang tua bisa menjelaskan alasan sebenarnya yang masuk akal dan ilmiah. Sampah makanan bisa menjadi petaka, bila kita tidak menghabiskan makanan kita
Betul pak. Saya setuju banget untuk tidak buang-buang makanan. Saya berusaha mengajarkan ke anak-anak untuk makan sesuai kebutuhan, ambil porsinya secukupnya. Sebab saya pun dulu diajarkan oleh almarhumah mama untuk menghargai makanan. Keren pak, tulisannya. Buat sulungnya semoga menjaga anak yang hebat, salih, dan bermanfaat buat orang di sekitarnya ya, pak.
Makan harus dihabiskan, kalo tidak nanti ayamnya mati. Begitu nasehat ortu jaman saya kecil dulu.
Sekarang kalo kondangan saya ambil sedikit saja, yang penting habis dan sudah mencicipi. Di rumah pun kalo masak enggak banyak-banyak, secukupnya saja. Bener-bener meminimalisir buang makanan sisa.
Sampah makanan ini masih jadi polemik ya di masyarakat. Padahal bisa lho ambil makan secukupnya, berhenti makan sebelum kenyang dan anjuran lain yang tidak akan membuat sampah makanan berserakan. Tapi ya begitulah manusia dengan segala perilaku gampangannya. Sepertinya belum sadar akan dampak perbuatannya kalau belum mengena ke dirinya
Betul, Mbak. Yang utama tentu bangun kesadaran. Trus, gaya hidup diperbaiki. Bahwa kita ini harus mengurangi sampah makanan. Caranya tentu banyak, asal ada kemauan. Semoga makin berkurang sampah makanan yang diproduksi kita. Aamiin
Wkwkwk yang kondangan ini menohon banget cikgu, secara aku doyan laper mataaa. Tapi Alhamdulilah selalu habis sih. Wah, kota tempat tinggalku apa udah mulai nerapin ala-ala Bandung ya? Kayaknya belum, secara kalau nongkrong di fastfood, masih banyak tuh sisa-sisa makanannya, kalah sama sapi mereka
Dulu zaman kecil, Ibu selalu mengajarkan engga boleh ada sisa makanan. Inget kere (orang miskin)!, kata Ibu.
Setelah berkeluarga aku pun mengajarkan ke anak-anak engga boleh ada makanan sisa. Bahkan kalau ada sepotong lauk, ga ada yg mau, karena udah lauk kemarin. Maka ibunya (=aku) membagi rata untuk seluruh keluarga termasuk ayahnya…
‘Habiskan!”, hehe…
Tapi ya lucunya, ada temenku yg percaya harus menyisakan makanan di piringnya untuk ‘yang lain’ (dari dunia lain).
Humm…gimana yah…rasanya pengen ta’ hiiihhh…
Sama mbak aku juga Ada teman yang gitu, cewek nggak sopan kalau makanan dihabiskan. Jadi biasanya kalau makan bareng dia diambilnya 1-2 sendok nasinya Lalu diacak di piringku , sebel ya
Tradisi munggahan ada di sini dengan nama lain. Biasanya bawa sebaskom kecil makanan untuk ditukar lalu dimakan bersama. Karena kami tinggal di desa, meski sisa tetap ada yang bawa pulang untuk makan ayam. Jadi tetap ludes dan bersih semua.
Kearifan lokal seperti ini nyaris tidak saya ikuti 2 tahun ini karena pandemi.
Semoga kita segera bisa hidup normal ya
Hampir sama dengan saya waktu di kampung, Bu. Alhamdulillah punya ternak. Jadi kalau ada makanan sisa, menjadi rezeki buat ternak tadi.
Kita semua harus ingat menghargai makanan. Agar jangan ada yang mubazir..aamiin
Masalah sampah makanan ini emang miris banget. Apalagi angka tertinggi nya di negeri2 muslim. Hmmm padah di ajaran agama Islam sangat dilarang untuk mubadzir.
Saya pernah jadi buddies buat mahasiswa Taiwan. Mereka ini punya prinsip bahwa semua makanan harus habis. Gak boleh sisa. Katanya itu jadi ajaran penting banget bagi orang Taiwan. Salut banget ama prinsip mereka.
Semoga kita bisa lebih perduli lagi ya dan tidak jadi penyumbang keberadaan sampah makanan.
Karakter manusia yang jelas perlu diubah ya Kak. Semoga kita makin sadar bahwa harus peduli mengurangi sampah makanan. Bisa dengan mengedukasi anak agar menghargai makanan. Dimulai dari lingkungan keluarga, saya yakin akan meluas ke masyarakat. Aamiin
Aamiin yaa robbal alamin…keluarga emang jadi benteng utama untuk menyuburkan kebiasaan baik. Salah satunya tentang meminimalisir sampah makanan ini.
Saya setuju kalau sampah bisa dikurangi dan itu bisa dibiasakan sejak dini
Sejak kecil suami dan saya keras sama anak-anak soal makanan harus dihabiskan ini. Membiasakan ambil makan secukupnya saat ada makanan dihidangkan dan lainnya.
Nyeseknya, di sosial media bertabur anak muda sebaya anak-anak saya yang pamer makanan yang dibuang duh…maka teladan, nasihat dan pendampingan ke anak mesti terus kita lakukan agar gaya hidup minim sampah makanan ini bisa diterapkan
Wah, kebiasaan yang bagus sekali yang telah diterapkan di keluarga Mbak. Semoga bisa ditiru sama yang lainnya.
Nah, untuk anak muda di media sosial tadi, semoga dia sadar bahwa perbuatannya salah. Mari kita sama-sama kurangi Sampah makanan.
Tulisan inspiratif.
Terima kasih banya, Pak Prof…
kadang orang kita itu nafsu duluan…makannya dikit. sisanya malah mubazir. apalagi di kondangan
Betul Pak. Harusnya bisa nahan diri
keren deh pak guru, masa kita kalah ya sama sapi yuk minimal kita habiskan makan yang di piring kita, sisa makanan bisa dijadikan pupuk atau makanan si sapi kali ya pak?
Hehe..iya Mbak. Kita pun bisa membuat makanan menjadi lebih berharga. ubah kebiasaan dan paradigma kita. Niscaya makanan menjadi lebih berharga. Aamiin
Yes memulai dari hal-hal sederhana ya kak. Memakan habis menu yang Kita ambil saat kondangan ini merupakan tantangan banget disaat orang-orang terkadang membuang-buang makanannnya ya kak
Terima kasih banyak, Mbak. Semoga kita semakin sadar agar menghargai makanan. Aamiin
Kondangan itu hanya satu dari sekian banyak bukti nyata menumpuknya sampah makanan di negara kita. Kalo sapi aja bisa sesadar itu tak menyisakan makanan, kenapa kita manusia gak bisa ya mas? Malu atuh sama sapi. Hihihi.
Benar, Mbak. banyak sumber yang membuat kita banyak produksi sampah. Semoga semakin sadar kalau itu nggak baik. Aamiin
Menghilangkan sampah makanan tidak mungkin, tapi menguranginya sangat mungkin ya mas. Yuk, kita mulai dari apa yang bisa kita lakukan di rumah. Semoga kampanye Bandung Food Smart City ini bisa ditiru juga di kota-kota lainnya di Indonesia.
saya paling suka menghindari makanan yang di buang secaa percuma” namun ada loh di negara kapitalis jika barang dak laku di buang begitu juga, itu bagaimana ya cara penyelesaiannya?
Wah, sayang banget ya Kak. Mubazir gitu. Semoga ada individu atau komunitas yang tergerak dengan masalah ini.
Benar sekali kak, kalau kita makan tidak dihabasikan atau bersisa itu mubadzir. Membuang2 makanan, saya salah satunya suka buang makanan, seringnya saya juga buang banyak. Padahal kalau diingat2 beras itu beli, kalau mau makan kelihatan enak semua jadi nambah banyak, pas dipertengahan gak habis. Jangan ditiru juga perilaku saya, setelah membaca tulisan ini aku teringat ibuku kalau ia gak habis makannya biasanya masak kebanyakan terus nasi mubadzir kalau dibuang, jadi beliau menjemur nasinya setelah terkumpul banyak ia tukar dengan garam. Karena dikampungku, ada orang keliling mencari cengkaruk (nama nasi yg dijemur) untuk makanan babi atau membuat plur (sejenins makanan ternak ayam) jadi kalau dihitung ibuku jg gak mubadzir ya bisa menghemat uang dapur. Eh kak, aku dikampung gak ada prasmanan kalau di kampung kalau makan kondangan itu diambilkan jadi gak bisa milih porsi sendiri so mau makan banyak malu terus kan dikampung banyak tamu jadi kalau ada tamu yang datang tamu yg sudah makan tadi merasa sendiri untuk segera pulang karena kursi yang disediakan gak ribuan seperti tamu2 yg diundang. So setelah berapa cendok pulang dan menyisakan makanan deh huhuhuhu harusnya cara pikir ini diubah ya kak, ambil makan sesuai porsi sendiri agar gak mubadzir. Terus setiap orang yg punya hajatan kondangan, pasti menjemur nasi bekas banyaaaaaak sekali, pas keringnya bisa sekarung besar. Haduuh
Wah, ini komentar terpanjang. Terima kasih banyak, Mbak. Wah, keren. Kondangannya makan diambilkan, jadi bisa mengurangi mubazir makann tuh. saluut
Sebaiknya memang tidak menyisakan makanan yg dimakan. Makan secukupnya. Jika terpaksa ada sisa makanan, bisa diolah menjadi pupuk kompos.
serius juga ya faktanya bahwa 13 juta ton sisa makanan yang terbuang… haduhhhh.. semoga semakin banyak yang di sadarkan akan pentingnya menghabiskan makanan jangan sampai ada yang tersisa …
hiks aku dulu sering banget dimarahai kalau makan nggak habis
sekarang kalau makan ambil dikit dikit dulu, bukan karna makannya dikit betul, tapi karena nggak enakan atau sungkan kalau makan ga habis, apalagi kalau di rumah orang
Pengalaman yang sama dengan saya. Intinya orangtua mengajarkan menghargai makanan ya kak. Semoga makin banyak yang sadar menghargai makanan.
Saya selalu berusaha tidak menyiakan makanan. Anak-anak juga saya latih demikian. Tentu dengan memberitahu pada mereka bahwa bisa makan itu sebuah berkah. Banyak di sekitar kita yang sulit makan. Alhamdulillah lumayan berhasil.
Lagian saya selalu memasak pas takarannya dan langsung habis. Menurut saya itu lebih sehat dan anak lebih senang makan (bersama).
aamiin. Iya, Mbak. makan bersama juga tak kalah keren. hehe.. alhamdulillah semoga anak-anak bisa menghargai makanannya. aamiin
Keren, nih. Mantaaap
Setuju sekali bahwa kita tidak boleh hidup boros, dan lebih bijak dalam mengonsumsi makanan sehingga tidak tersisa yang berpotensi jadi limbah. Makan secukupnya, tahu porsi sesuai kebutuhan saat itu, serta akhiri dengan alhamdulillah sebagai rasa syukur setelah usai makan.
Ya, mas. Harus bersyukur dengan yang sudah kita dapat. Sebab tidak semua orang yang bisa merasakannya.
Kalau bisa memang tidak ada sampah makanan, sebagai pertanda rasa syukur kita.
Setuju sekali pak Guru Padil bahwa bersyukur itu bisa menambah nikmat rezeki lainnya yang tak terduga ya. Bersyukur dengan makanan yang dikonsumsi dan tak menyia-nyiakannya itu hal yang harus diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Btw, makan bareng sama daun pisang itu enak lho. Dulu waktu saya masih di kampus sering makan berjejer menggunakan alas daun pisang, seru ya dan jadi bisa tahu karakter setiap orangnya.
Kalau yang sederhana sehat kenapa ribet ikut gaya2an para Foodies? Hehehe.
Penting banget menanamkan kepada anak2 untuk menghargai makanan. Karena di luar banyak saudara kita yang kekurangan.
Saya nih mas kalau kondangan sering gak habis makannya. Soalnya diambilin sama yang punya hajat. Beda kalau prasmanan, ngambil nasinya sendiri dan porsi makan saya kan sedikit. Nah lo, gimana tuh.