Skill Meningkat,

Usaha Melesat

dengan Memanfaatkan Media Sosial

Media sosial ibarat sebuah pisau. Bisa berbahaya juga bermanfaat. Tergantung siapa yang memegang pisau itu. Kalau pisau dipegang tukang daging, pisau jelas bermanfaat untuk membantu pekerjaannya yaitu memotong atau mengiris-iris daging.

Saya merasakan benar manfaat media sosial saat pandemi. Dari pengalaman saya isoman, media sosial mengubah ketakutan karena virus Covid-19  menjadi optimis bisa sembuh. Berkat teman-teman yang menyemangati dan memberikan perhatian.

Padahal, saat itu saya dan istri sampai cemas, apa bisa sembuh dari Covid-19 ya? Mengingat efek yang dirasakan begitu aneh dan menyiksa. Bagi yang sudah kena pasti akan merasakannya. Kalau positif Covid-19 itu sungguh tidak enak rasanya. Badan lemas, demam, batuk, hingga anosmia atau kehilangan penciuman.

Saat terkena Covid-19 bulan Juni 2021 lalu. Padahal, sejak 2020 lalu saya sering bolak-balik ke Jakarta, sering naik kereta api, dan sering bepergian. Namun, saya tidak terkena Covid-19. Eh malah kena Covid-19 di Juni 2021. Sementara, saat itu kasus Covid-19 dalam kurva menurun, termasuk di daerah saya.

Bahkan, saya sudah melakukan vaksinasi sebanyak 2 kali. Jadi saya mengalami sendiri bahwa sudah divaksin belum tentu bebas dari Covid-19. Namun, dengan vaksinasi, dampaknya lebih ringan.

Diawali dengan demam selama tiga hari. Namun, saat itu penciuman masih ada. Sehingga saya anggap demam biasanya. Istri dan anak saya tidak tertular. Nah, di hari keempat, istri saya mengalami anosmia atau kehilangan penciuman. Herannya, istri saya tidak mengalami demam. Jadi gejala saya dan istri berbeda. 

Saat itu, kami langsung cemas. Di sini kami merantau. Tidak ada orangtua atau saudara dekat. Kami di Banten, sementara orang tua di Jambi. Kalau dirawat di rumah sakit, anak-anak sama siapa? 

Saat itu rumah sakit kewalahan menerima pasien Covid-19. Bahkan banyak yang ditempatkan di tenda sementara karena ruangan penuh.

Akhirnya pilihan kami adalah kalau isoman dengan sangat hati-hati karena ada anak-anak. Anak sulung berusia 5 tahun, yang bungsu 3 tahun.  

Di hari kelima demam sudah hilang. Lemas juga hilang. Saya lebih banyak mengurus rumah dan anak-anak. Mulai dari masak, mandi, makan, atau main. Untungnya saya bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan istri. Jadi, walaupun laki-laki, harus bisa juga melakukan pekerjaan perempuan.

Kondisi istri lumayan mencemaskan. Dia lemas, batuk, dan demam. Mungkin karena belum melakukan vaksinasi. Saya sudah vaksinasi karena ada kebijakan guru harus divaksinasi untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Di daerah saya belum ada vaksinasi untuk masyarakat. Makanya istri saya belum vaksinasi.

Hanya satu pertimbangan kami tidak mengabari tetangga kalau sedang isoman; tidak mau merepotkan tetangga.

Di hari ketiga kami isoman, mau tidak mau, banyak yang tahu kalau kami isoman. Ada yang ngasih makanan. Anak-anak kami yang menerimanya. Tapi tidak tahu namanya.

Akhirnya kami mau ngucapkan terima kasih lewat status WhatsApp.

“Nanti tetangga tahu kalau kita sedang isoman, Dek?”

“Tapi bagusnya ngabari kalau sedang isoman. Juga kasih tahu Pak RT. Biar mereka juga jaga-jaga. Atau untuk pendataan.”

“Betul juga. Biar mereka tahu kalau nggak keluar rumah karena sedang isoman,”

Akhirnya kami berterima kasih lewat status WhatsApp. 

Saya juga mengirim pesan ke Pak Ridwan, ketua RT. Beliau menganjurkan agar langsung isoman saja. Mendoakan agar cepat sembuh.

Saya mengabari kepala sekolah kalau kena Covid-19. Sama seperti Pak RT, kepala sekolah menganjurkan isoman saja. 

Tidak berapa lama dari pasang status WhatsApp, banyak yang mengirimkan pesan. Banyak yang menyemangati agar tetap semangat menjalani isoman. Di grup guru pun banyak yang mendoakan.

Wah, benar-benar senang dan semanga kalau dikasih perhatian. 

Tuhan telah menggerakkan Tangan-Nya. Setelah banyak yang tahu kalau kami sedang isoman, banyak yang ngasih bantuan. Saudara, teman, dan tetangga yang silih berganti mengirimkan makanan.

Ada yang berkirim bakso, martabak, telur, sop, dan nasi berikut lauk pauknya. Ada  yang berkirim buah, minuman herbal, madu, dan obat-obatan.  Saya makin sehat karena makin banyak makan. Ada yang mengirimkan bahan makanan mentah. Selama 5 hari selanjutnya saya tidak masak karena sudah cukup dari kiriman tadi.

Banyaknya antaran ke rumah, menandakan kepedulian teman-teman. Satu pekan saya nggak masak. Bahkan makanan berlebih. Buah-buahan banyak.

Ibu berpesan. “Kalau ada yang nganterin makanan diterima. Pertanda mereka peduli Kalau ada teman yang sakit, gantian ngasih bantuan.”

Betul-betul terharu.

Kami sudah merasakan betul dampak positif dukungan dari saudara, teman, dan tetangga. Karena itu, saya harus bisa membalasnya. Setelah kami sembuh, kalau ada teman yang positif, kami berusaha membantu.

Sekolah kami membuka gerai pangan. Guru dipersilakan meletakkan bahan makanan yang sesuai kemampuannya. Pada umumnya sembako.

Lalu guru yang membutuhkan bisa mengambil secukupnya.

Tidak jarang ada masyarakat yang juga ikut. Memanfaatkan media sosial kami menawarkan kegiatan ini. Responnya bagus. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat. Hingga saat ini sudah berjalan sepuluh bulan.  

Saat ini kita memang tengah dihadapkan pada pandemi yang memberikan dampak yang luar biasa. Sekolah harus daring,  wisata sepi, usaha/perekonomian lesu, kesehatan terganggu, dan lainnya.

Positif Negatif Media Sosial

 

Selama pandemi, durasi bermain media sosial mungkin semakin lama. Karena anjuran untuk membatasi mobilitas, kita jadi sering di rumah. Semakin sering pula kita berinteraksi di media sosial. Beragam motif orang mengakses media sosial. Mulai dari menjalin silaturahmi, mencari informasi, mengembangkan hobi, promosi usaha, hiburan, dan lainnya.

Teknologi semakin berkembang. Kehidupan erat sekali dengan perkembangan teknologi. Salah satu dampak positif perkembangan teknologi itu adalah kehadiran media sosial. Saat ini siapa sih yang tidak punya media sosial? Hampir setiap orang punya. Bahkan, banyak orang yang punya media sosial lebih dari satu.

Media sosial memang punya kekuatan yang luar biasa. Bisa mengubah keadaan dan menggerakkan. Dalam kasus Baim Wong dan Kakek Suhud misalnya. Dengan catatan kita tidak tahu siapa yang benar siapa yang salah, media sosial punya andil dalam mempertemukan sekaligus mendamaikan keduanya. Baim yang tadinya marah-marah dan kesal menjadi ramah kepada Kakek Suhud.

Tapi, kalau boleh usul, dengan kejadian seperti ini tidak harus buru-buru ada di pihak mana. Tahan untuk berkomentar apapun kalau tidak menjernihkan. Sebaiknya kita mendapatkan secara utuh masalahnya. Kemudian mengambil hikmah dari peristiswa itu.

Jangan ‘bersumbu pendek’ dengan sebuah peristiwa yang bisa menjadi bumerang. Begitu pun dengan peristiswa lain. Di masa pandemi ini banyak sekali berita hoax yang berseliweran.

Pelaku hoaks itu bukan tidak pintar. Malah, hoaks sering juga dilakukan orang-orang yang secara pendidikannya cukup mumpuni dan punya gelar akademik.

Bahkan ada plesetan ‘semua akan kena hoaks pada waktunya’. Sebuah gambaran bahwa hoaks bisa terkena siapa saja.

Ini juga yang saya alami di grup sekolah. Ada beberapa guru yang suka mengirim berita yang belum tentu benarnya. Malahan, beberapa kiriman itu adalah berita bohong itu.

Ada yang mengingatkan. Dia malah tersinggung. Dia beralasan, ‘kalau salah ya tidak apa-apa. Kalau benar, kita bisa waspada.’

Lain waktu, seorang guru-pendidik mengirim sebuah video tentang magnet yang menempel di lengan pascavaksin. Lalu pura-pura bertanya apa betul yang dikatakan di video itu.

Saya tahu kalau dia pura-pura bertanya. Dari sekian banyak guru, dia yang termasuk belum divaksin. Sampai sekarang, dia belum divaksin.

Lalu saya mengingatkan untuk mengecek berita seperti itu ke google dulu. Biasanya sudah ada yang membahasnya. Termasuk video magnet vaksinasi tadi. Hanya keluar sedikit kuota internet untuk searching.

Nah, ketimbang menyebarkan berita yang belum tentu benar, lebih baik gunakan media sosial untuk menyebarkan hal-hal baik. Tidak sulit. Konten-konten positif juga banyak tersedia di internet baik berupa gambar, tulisan, video atau podcast.

Media Sosial Sebagai Senjata Meraup Cuan

Saat pandemi memang banyak usaha yang turun pendapatannya bahkan gulung tikar. Namun, banyak juga usaha yang tetap eksis seperti bisnis perawatan, kecantikan, kesehatan, dan lainnya.  

Indozone juga melaporkan bahwa penggunaan dompet digital atau e-wallet mengalami lonjakan drastis pada 2020 dengan meningkat 44 persen dibanding tahun sebelumnya.

Ringkasnya, selama pandemi, hal yang berbau online berkembang pesat. Jualan online semakin marak. Ini menjadi peluang kita untuk ikut meraup keuntungan lewat online.

Usaha saya juga terdampak pandemi. Saya dulu punya toko yang menjual pakaian, obat-obatan herbal, frozen, dan barang-barang rumah tangga. Toko kami berdiri sejak 2015. Sudah punya banyak reseller dan mengerjakan karyawan. Toko kami terus berkembang. Sampai kemudian pandemi Covid-19 menerpa.

Sebelum pandemi kami bisa menambah freezer, menyetok barang-barang, dan selalu menambah reseller, tidak ketika pandemi begini. Pelanggan yang datang semakin sepi. Jumlah reseller mentok bahkan berkurang. Dan kami tak berani menambah stok barang.

Pemasukan terus menurun. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan akhirnya satu mesin freezer dijual. Barang-barang pun banyak yang didiskon.

September 2020 kami fokus berbisnis produk kesehatan. Pendirinya merupakan trainer top di Indonesia. Buku-bukunya banyak menjadi best seller. Salah satunya adalah buku 7 Keajaiban Rezeki.

Sejauh yang saya amati, orang-orang di dalam bisnis ini tidak pernah terdengar kontroversi atau bermasalah. Makanya saya yakin ikut bisnis ini. Setelah bergabung, ada pembinaan. Jadi tidak dilepas atau dibiarkan begitu saja.

Karena dalam kondisi pandemi, pembinaan dilakukan secara daring. Justru semakin hemat. Kalau offline sudah berapa biayanya. Belum lagi masalah transportasi dan akomodasinya. Hampir tiap pekan di-coaching sama beliau. Banyak ilmu yang didapatkan.

Bisnis ini menekankan pentingnya media sosial untuk menjual. Media sosial berfungsi sebagai senjata. Ada 4 senjata yang harus dimaksimalkan. Media sosial itu disingkat dengan WIFI.

Nah, WIFI merupakan akronim dari WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Internet. Media sosial harus dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan. Smartpone digunakan dengan smart.

Jadi jangan hanya untuk eksis atau hiburan semata. Bermodal smartphone, jaringan internet, dan jari jemari yang selalu postang posting. Akhirnya bisa closing.

Tidak hanya tentang profit, di bisnis ini kami juga menambah skill yang mendukung bisnis. Apa aja? Misalnya desain grafis dan editing video

kemampuan public speaking untuk daya gedor marketing, optimasi media sosial, mahir copywriting, dan lainnya. Semuanya itu dari rumah saja.

Di bisnis ini, kami ‘dipaksa’ menguasai banyak hal baru dan terbaru. Seperti aplikasi kinemaster, capcut, hingga reels-nya instagram. Benar-benar harus melek media sosial.

Setiap media sosial dikelola dengan baik. Instragram begitu juga. Akunnya harus dikelola. Tidak boleh sembarang posting. Tampilannya harus rapi, teratur, dan tertata.

Tampilannya harus apik dan menarik. Harus kelihatan enak dipandang. Warna dan kontennya diatur. Warna postingan membranding akun. Aturannya mirip Instagram Indozone yang dominan merah. Jadi kelihatan enak dipandang.

Warna merah identik Indozone memberikan penegasan keberanian. Merah juga warna kuat yang hangat, menarik, dan seksi. Pas betul dengan jargonnya Indozone #KAMUHARUSTAU. Sebab Indozone memang selalu menyampaikan berita yang aktual secara maksimal.

Semua media sosial Indozone menjadi rujukan berita dan informasi. Indozone menyajikan menu lengkap seperti #kamuharustau, infografik, otomotif, sport, life, health, travel, movie, music, seleb, youtube, dan lainnya.

Tak hanya menyajikan konten yang informatif dan menghibur, Indozone lewat media sosial dan website-nya juga konsisten memberikan sajian edukatif.

 

Termasuk saat pandemi. Indozone juga menyediakan berita dan hiburan berkualitas dan ter-update. Bahkan kita bisa mengecek kebenaran suatu berita lewat Fakta dan Mitos. Ada juga menu FYI atau For Your Informasi yang bekal memberikan tambahan pengetahuan yang penting bagi generasi Milenial dan Gen Z.

Didahului dengan instagram @indozone.id pada tahun 2014, PT Indozone Media Indonesia yang berdiri pada tahun 2018. Lalu di 2019, portal berita www.indozone.id berdiri untuk menginspirasi Generasi Milenial dan Gen Z. Dengan tagline #KAMUHARUSTAU, Indozone merupakan portal berita yang sangat tepat untuk kebutuhan generasi muda Indonesia. Indozone juga menyajikan tulisan, video, maupun infografik. Kita tinggal pilih atau ambil semuanya untuk mendapatkan beragram bacaan dan sumber pengetahuan yang sangat luas.

Penutup

Jadi benar sekali ada ungkapan selalu ada hikmah di setiap kondisi. Pandemi membuat kita semakin kreatif dan adaptif. Kreatif menemukan berbagai ide agar bertahan melewati pandemi yang entah kapan berakhir.

Selama belum pasti itulah kita harus bersiap dengan segala kemungkinan.

Yang bertahan dalam menghadapi pandemi bukanlah  yang terkuat, tapi orang yang bisa beradaptasi.

Termasuk dalam penguasaan teknologi. Kalau sebelumnya begitu awam tentang teknologi, selama pandemi kita dipaksa untuk akrab dengan pandemi.

Pilihannya ada 2 antara jadi victim (korban) atau victor (pemenang). Pilih yang mana? Terserah kita. 

Mari kita manfaatkan media sosial agar lebih menghasilkan dari sekadar hiburan. Jualan online semakin marak. Rugi kalau tidak ambil bagian di dalamnya. Dan bukan cuma beradaptasi, tapi agile atau lincah menguasainya.

Kuncinya tiga yaitu 1) Lebih rajin, 2) lebih bermutu dan lebih kreatif, dan 3) konsisten.